Wednesday, July 20, 2016

MIRAT MUDA, CHAIRIL MUDA

Oleh Chairil Anwar

Dialah, Miratlah, ketika mereka rebah,
menatap lama ke dalam pandangnya
coba memisah mata yang menantang
yang satu tajam dan jujur yang sebelah.

Ketawa diadukannya giginya pada mulut Chairil;
dan bertanya: Adakah, adakah
kau selalu mesra dan aku bagimu indah?
Mirat raba urut Chairil, raba dada
Dan tahulah dia kini, bisa katakan
dan tunjukkan dengan pasti di mana
menghidup jiwa, menghembus nyawa
Liang jiwa-nyawa saling berganti.
Dia rapatkan

Dirinya pada Chairil makin sehati;
hilang secepuh segan, hilang secepuh cemas
Hiduplah Mirat dan Chairil dengan dera,
menuntut tinggi tidak setapak berjarak
dengan mati

-di pegunungan 1943, ditulis 1949

sumber : http://www.lokerpuisi.web.id/2011/11/mirat-muda-chairil-muda-oleh-chairil.html
No comments:

Contoh Puisi Pendek : Maaf

 Tinggalkanlah aku
Karena aku memang tak pantas untukmu
Aku takut Semakin dalam perasaanmu padaku
Kau akan semakin terluka Dan pada saat itu
Aku tahu, akulah orang yang akan paling menyakitimu
Jangan kau bertanya tentang bagaimana persaaanku kepadamu
Karena kau tahu itu
Dan aku tidak akan bisa menyembunyikannya darimu
Biarkan cinta ini hanya tumbuh dihatiku
kan kutulis semua dalam lembaran ingatanku
biarkan cinta ini hanya akan menjadi rahasia
antara kau dan aku
maafkan aku jika aku meninggalkanmu
biarlah aku yang mengalah
meninggalkanmu
menyerahkanmu kepada orang yang mampu melindungimu
karena aku tak akan pernah bisa melakukan itu
meski kau tahu aku begitu mencintaimu
jangan pernah membalasnya
jangan pernah mencintaiku aku
karena aku memang tak pantas untukmu
aku akan selalu mencintaimu

meski aku tak akan pernah mampu memelukmu

link : http://www.puisipendek.net/maaf.html
No comments:

Contoh Puisi Pendek : Gila

 Dunia ini memang gila sayang
Pun kamu harus menjadi gila untuk hidup dalam kegilaannya
Namun saat kamu mulai menggila,
tetaplah ingat dua paling gila ini:
kamu sungguh yang tergila sayang,
dan aku sungguh menggilai keadaan tergila-gila padamu.

Dunia ini memang gila sayang
Pun kamu harus menjadi gila untuk hidup dalam kegilaannya
Namun saat kamu mulai menggila,
tetaplah ingat dua paling gila ini:
kamu sungguh yang tergila sayang,
dan aku sungguh menggilai keadaan tergila-gila padamu.

Dunia ini memang gila sayang
Pun kamu harus menjadi gila untuk hidup dalam kegilaannya
Namun saat kamu mulai menggila,
tetaplah ingat dua paling gila ini: kamu sungguh yang tergila sayang,

dan aku sungguh menggilai keadaan tergila-gila padamu.




Sumber : http://www.puisipendek.net/gila.html
No comments:

Pantun Jenaka

 Bunga kantil sunting di Aceh
Bunganya putih dalam cerana
Biarlah sungil hatinya kasih
Cubitnya perih saya terima

Bunganya putih dalam cerana
Dipetik dijual didalam pekan
Sementelah cubitan tuan terima


Hatinya jangan tuan lukakan

Sumber : http://aliashamzah2095.blogspot.co.id/p/pantun-jenaka.html
No comments:

Pantun Nasehat

Hari rabu memetik kelapa
Airnya segar hilang dahaga
Hormati Ibu juga Bapak
Agar kelak masuk surga

Dari apa kue lemang
Dari ketan yang dipanggang
Waktu kecil kita ditimang
Ayah Ibu harus disayang

Bapak tani menanam tebu
Pembeli datang bertanya harga
Wahai ananda hormati Ibu
Karena Ibu jalan ke surga

Sumber : http://pantunseribu.blogspot.co.id/2014/10/contoh-pantun-nasehat-anak-pantunseribu.html
No comments:

Pantun Budi

Buah nenas bawa berlayar
Dimakan sebiji di Tanjung Jati
Hutang emas boleh dibayar
Hutang budi dibawa mati

Tenanglah tenang air di laut
Sampan kolek mudik ke tanjung
Hati terkenang mulut menyebut
Budi yang baik rasa nak junjung

Cindai bercorak penuh berpita
Pakaian anak Panglima Garang
Emas dan perak pengaruh dunia
Budi yang baik dijunjung orang

Sumber : http://aliashamzah2095.blogspot.co.id/p/pantun-budi_09.html
No comments:

Pantun Agama

Sungguhlah besar taman Seri Mahkota
Tempat bermain bidadari Lela Utama
Sungguhlah benar bagi orang yang takwa
Ada tempat yang aman dan bahagia


Kain basurek kain bertulis
Pakaian raja Bugis - Makassar
Di Luh Mahfuz sudah tertulis
Janji sudah tak dapat ditukar


Sumber : http://aliashamzah2095.blogspot.co.id/p/pantun-agama.html
No comments:

Ciri dan Cara Penulisan Pantun

1 Ciri-ciri atau Syarat-syarat Pantun

Menurut Zaidan Hendy (1990), pantun mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) tiap bait terdiri atas empat baris kalimat, 2) tiap baris terdiri atas 4-6 kata atau 8-12 suku kata, 3) baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat disebut isi, sampiran melukiskan alam dan kehidupan sedangkan isi pantun berkenaan dengan maksud pemantun, 4) bersajak silang atau a-b-a-b, artinya bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan bunyi akhir baris kedua sama dengan bunyi akhir baris keempat, 5) pantun digunakan untuk pergaulan. Maka pantun selalu berisikan curahan perasaan, buah pikiran, kehendak, kenangan dan sebagainya, 6) tiap bait pantun selalu dapat berdiri sendiri, kecuali pada pantun berkait, 7) pantun yang baik, bermutu ada hubungannya antara sampiran dan isi.

Contoh:

Air dalam bertambah dalam,

hujan di hulu belum lagi teduh.

Hati dendam bertambah dendam,

dendam dahulu belum lagi sembuh.

Hubungan antara sampiran dan isi yang tampak pada pantun di atas ialah sama-sama melukiskan keadaan yang makin menghebat.

Pantun yang kurang bermutu, menurut Zaidan, yang diciptakan oleh kebanyakan, umumnya tidak ada hubungan antara sampiran dan isi.

Contoh:

Buah pinang buah belimbing,

ketiga dengan buah mangga.

Sungguh senang beristri sumbing,

biar marah tertawa juga.

Sebait pantun di atas tidak menunjukkan adanya hubungan antara sampiran dan isi, kecuali adanya persamaan bunyi.

Sedangkan menurut para sastrawan luar negeri, ada dua pendapat mengenai hubungan antara sampiran dan isi pantun. Pendapat pertama dikemukakan oleh H.C. Klinkert pada tahun 1868 yang menyebutkan bahwa, antara sampiran dan isi terdapat hubungan makna. Pendapat ini dipertegas kembali oleh Pijnappel pada tahun 1883 yang mengatakan bahwa, hubungan antara keduanya bukan hanya dalam tataran makna, tapi juga bunyi. Bisa dikatakan jika sampiran sebenarnya membayangkan isi pantun. Pendapat ini dibantah oleh van Ophuysen yang mengatakan bahwa, sia-sia mencari hubungan antara sampiran dan isi pantun. Menurutnya, yang muncul pertama kali dibenak seseorang adalah isi, baru kemudian dicari sampirannya agar bersajak. Dalam perkembangannya, Hooykas kemudian memadukan dua pendapat ini dengan mengatakan bahwa, pada pantun yang baik, terdapat hubungan makna tersembunyi dalam sampiran, sedangkan pada pantun yang kurang baik, hubungan tersebut semata-mata hanya untuk keperluan persamaan bunyi. Pendapat Hooykas ini sejalan dengan pendapat Dr. (HC) Tenas Effendy yang menyebut pantun yang baik dengan sebutan pantun sempurna atau penuh, dan pantun yang kurang baik dengan sebutan pantun tak penuh atau tak sempurna. Karena sampiran dan isi sama-sama mengandung makna yang dalam (berisi), maka kemudian dikatakan, “sampiran dapat menjadi isi, dan isi dapat menjadi sampiran.” (http://lubisgrafura.wordpress.com, diakses tanggal 18 Oktober 2008).

Menurut Zulfahnur dkk (1996), sebait pantun terikat oleh beberapa syarat: 1) bilangan baris tiap bait adalah empat, bersajak AB-AB, 2) banyak suku katanya tiap baris 8-12, umumnya 10 suku kata, 3) pantun umumnya mempunyai sajak akhir, tetapi ada juga yang bersajak awal atau bersajak tengah.

Menurut Sumiati Budiman (1987), ada beberapa syarat yang mengikat pantun, yaitu: 1) setiap bait terdiri atas empat bait, 2) setiap baris terdiri atas 4 patah kata, atau 8 – 12 suku kata, 3) baris pertama dan kedua merupakan sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi, 4) berima a b a b, 5) antara sampiran dan isi terdapat hubungan yang erat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Pantun adalah bentuk puisi yang terdiri atas empat baris yang bersajak bersilih dua-dua (pola ab-ab), dan biasanya, tiap baris terdiri atas empat perkataan. Dua baris pertama disebut sampiran (pembayang), sedangkan dua baris berikutnya disebut isi pantun. Antara sampiran dan isi terdapat hubungan yang saling berkaitan. Oleh karena itu, tidak boleh membuat sampiran asal jadi hanya untuk menyamakan bunyi baris pertama dengan baris ketiga dan baris kedua dengan baris keempat.

2 Cara Menulis Pantun

Untuk menulis pantun, hal yang harus diperhatikan ialah membuat topik atau tema terlebih dahulu, sama halnya jika hendak membuat karangan yang lain. Tema dalam penulisan pantun sangat penting sekali, karena dengan tema pantun-pantun yang dibuat oleh siswa akan lebih terarah kepada sesuatu maksud yang diharapkan. Dan juga tidak akan merebak kemana-mana, yang akhirnya dapat mendatangkan masalah. Memang diakui, adanya sedikit pengekangan kreativitas bagi siswa dalam menulis pantun, jika menggunakan tema yang sempit. Oleh karena itu, guru harus lebih bijaksana dalam memilih tema yang didalamnya dapat mengandung atau mencakup berbagai permasalahan keseharian. Tema yang cocok diberikan dalam proses pembelajaran misalnya saja berkaitan dengan masalah politik, sosial budaya, percintaan, dan kehidupan keluraga. Misalnya, tema tentang sosial budaya dengan mengambil topik soal kebersihan kota atau masalah sampah. Hal pertama yang harus dilakukan ialah membuat isinya terlebih dahulu. Untuk membuat isi harus diingat bahwa pantun terdiri atas empat baris. Dua baris pertama sampiran, dan dua baris berikutnya ialah isi. Jadi, soal sampah tersebut dapat disusun dalam dua baris kalimat, yang setiap baris kalimatnya terdiri atas empat perkataan dan berkisar antara 8 sampai 12 suku kata.

Kemungkinan jika dibuatkan kalimat biasa, boleh jadi kalimatnya cukup panjang. Misalnya: ”Dikota yang semakin ramai dan berkembang ini, ternyata mempunyai masalah lain yang sangat terkait dengan masalah kesehatan warganya, yaitu sampah yang berserakan di mana-mana . . . dan seterusnya.”

Pengertian dari kalimat di atas mungkin bisa lebih panjang, namun hal tersebut dapat diringkas dalam dua baris kalimat isi sebagai berikut.

Jika sampah dibiarkan berserak,

penyakit diundang, masalah datang.

Disinilah kelebihan pantun, dapat meringkas kalimat yang panjang, tanpa harus kehilangan makna atau arti sebuah kalimat yang ditulis panjang-panjang.

Jika isi pantun sudah didapatkan, langkah selanjutnya ialah membuat sampirannya. Walau kata kedua dari suku akhir baris isi pertama dan kedua diberi tanda tebal. Namun jangan hal itu yang menjadi perhatian, tapi justru yang harus diperhatikan ialah pada suku akhir dari kata keempat baris pertama dan kedua, yaitu rak dan tang, sebab yang hendak dicari ialah sajaknya atau persamaan bunyi.

Sebuah pantun yang baik, suku akhir kata kedua sampiran pertama bersajak dengan suku akhir kata kedua dari isi yang pertama. Apalagi suku akhir kata keempat dari sampiran pertama seharusnya bersajak dengan suku akhir kata keempat isi pertama, karena disinilah nilai persajakan dalam pantun itu yaitu baris pertama sama dengan baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat.

Tetapi kalau dibuat sekaligus, takut terlalu sulit menyusunnya. Memang tidak sedikit kata-kata yang bersuku akhir pah, misalnya pelepah, sampah, nipah, tempah, terompah, dan sebagainya. Begitupun suku kata yang akhirannya dang, misalnya udang, sedang, ladang, kandang, bidang, tendang, dan sebagainya. Kalaupun sulit untuk mencari kata yang bersuku akhir pah, masih ada jalan lain yaitu dengan membuang huruf p nya, dan mengambil ah nya saja. Begitupun dengan dang, buang huruf d nya, sehingga yang tertinggal hanya ang nya. Tapi jangan sampai dibuang a nya juga, sehingga hanya tinggal ng nya saja karena hal tersebut dapat menghilangkan sajaknya. Begitupun untuk suku akhir dari kata rak dan tang yang menjadi tujuan.

Kata yang bersuku akhir rak dan tang dalam kosa kata bahasa Indonesia cukup banyak, misalnya untuk kata rak, yaitu kerak, jarak, marak, serak, gerak, merak, arak, dan sebagainya. Sedangkan untuk kata tang, yaitu hutang, pantang, batang, petang, lantang, dan sebagainya. Sekarang baru membuat sampiran pertama dan kedua dengan mencari kalimat yang suku akhir kata keempatnya adalah rak dan tang. Misalnya:

Cantik sungguh si burung merak,

terbang rendah di waktu petang.

Kemudian antara sampiran dan isi baru disatukan menjadi;

Cantik sungguh si burung merak,

terbang rendah di waktu petang.

Jika sampah dibiarkan berserak,

penyakit diundang, masalah datang.

Jika menginginkan suku akhir kata kedua baris pertama dengan suku akhir kata kedua dari baris ketiga bersajak juga. Begitupun dengan suku akhir kata kedua baris kedua dengan suku akhir kata kedua baris keempat bersajak agar terlihat lebih indah bunyinya, maka sampirannya harus diubah, menjadi;

Daun nipah jangan diarak,

bawa ke ladang di waktu petang.

Jika sampah dibiarkan berserak,

penyakit diundang, masalah datang.

Demikian halnya jika membuat pantun teka-teki. Misalnya membuat teka-teki tentang parut, salah satu alat dapur yang berfungsi untuk memarut kelapa guna diambil santannya. Jika diperhatikan dengan teliti ada keanehan mengenai cara kerja parut, hal inilah yang dapat mengilhami kepada semua orang untuk membuat teka-teki, yaitu mata parut yang sedemikian banyak itu, cukup tajam. Daging kelapa yang sudah disediakan, dirapatkan ke mata parut, lalu digerakkkan dari atas ke bawah sambil ditekan. Dari pergerakan itu semua, seperti layaknya orang menyapu, dapat dilihat, daging kelapa itu tertinggal diantara mata parut. Ada terus. Semakin gerakan menyapu dilakukan, dagimg kelapa itu semakin banyak dimata-mata parut. Logikanya, orang menyapu tentu lantai akan menjadi bersih, tetapi sebaliknya sangat berbeda dengan bidang bangun parut. Semakin disapu, semakin kotor karena banyaknya daging kelapa yang menyangkut dimata parut. Dari sini dapat dibuatkan inti pantunnya, yaitu Semakin disapu, semakin kotor.

Tugas selanjutnya ialah membuat sampiran. Untuk membuat sampiran, boleh membuat yang sederhana, yaitu hanya untuk mencari persamaan bunyi (bersajak) tanpa mengindahkan makna atau arti atau keterkaitan dengan isi seolah satu kesatuan kalimat yang saling mendukung. Jika ingin membuat sampiran yang sederhana, hal yang dilakukan ialah mencari kosa kata yang bersuku akhir tor atau paling tidak or. Misalnya kantor, setor, dan motor. Jika sudah mendapatkan kosa kata untuk membuat akhiran pantun yang sesuai dengan kata kotor, langkah selanjutnya ialah menentukan letak inti pertanyaannya. Apakah diletakkan dibaris ketiga atau baris keempat. Jika diletakkan pada baris ketiga, kalimat baris keempat dapat dibuat sebagai berikut: apakah itu, cobalah terka. Sehingga hasilnya menjadi:

Semakin disapu, semakin kotor,

Apakah itu, cobalah terka.

Sekarang barulah mencari sampirannya. Suku akhir tor atau or dari kata kotor dapat diambil salah satu saja, misalnya kata kantor, kemudian tinggal mencari suku kata yang berakhir ka dari kata terka, yang merupakan kata terakhir dari baris terakhir. Untuk kata yang bersuku akhir ka, dalam kosa kata bahasa Indonesia cukup banyak, misalnya bingka, ketika, sangka, nangka, dan luka. Misalnya diambil kata bingka. Sekarang kata kantor dan bingka baru dijadikan sampiran, menjadi:

pagi-pagi pergi ke kantor,

singgah ke warung beli bingka.

Kemudian antara sampiran dan isi baru disatukan, hasilnya menjadi:

pagi-pagi pergi ke kantor,

singgah ke warung beli bingka.

Semakin disapu, semakin kotor,

Apakah itu, cobalah terka.

Jadilah pantun teka-teki. Dan jawaban pantun teka-teki itu, tentulah parutan kelapa.

Jika inti pertanyaan diletakkan pada baris keempat, kalimat baris ketiga sebagai berikut: Jika pandai kenapa bodoh. Sehingga hasilnya menjadi:

Jika pandai kenapa bodoh,

Semakin disapu, semakin kotor.

Langkah selanjutnya ialah membuat sampirannya agar lengkap menjadi sebait pantun. Suku akhir kata kantor yang bersajak dengan kata kotor dapat digunakan lagi, sekarang tinggal mencari suku akhir doh, yang akan bersajak dengan kata bodoh. Misalnya kata jodoh sehingga jika dibuatkan sampirannya, menjadi:

Ramai-ramai mencari jodoh,

mencari jodoh sampai ke kantor.

Langkah terakhir baru disatukan antara isi dan sampirannya sehingga menjadi:

Ramai-ramai mencari jodoh,

mencari jodoh sampai ke kantor.

Jika pandai kenapa bodoh,

Semakin disapu, semakin kotor.

Dan jawaban dari pantun teka-teki tersebut tentunya ialah parutan kelapa.

Jika diperhatikan sampirannya dari keempat contoh pantun di atas, memang terasa kurang kuat dan terkesan memaksakan kata-kata hanya untuk mencari persamaan bunyi sehingga kalimat sampirannya tidak mempunyai keutuhan arti. Tetapi hal ini tidak dianggap salah, hanya mutunya dianggap kurang.

Namun, jika dilihat dari pantun-pantun pusaka yang ada, bahwa tidak semua pantun pusaka tersebut dikatakan sempurna atau tinggi mutunya, terkadang ada yang setipa barisnya tidak terdiri atas empat perkataan tetapi hanya tiga perkataan atau ada lima perkataan. Selain itu juga, masih banyak pantun-pantun yang betul-betul hanya mengutamakan persamaan bunyi, padahal tidak bersajak. Seperti kata lintah dengan cinta pada pantun berikut ini.

Dari mana datangnya Lintah,

dari sawah turun ke kali

Dari mana datangnya cinta,

dari mata turun ke hati.

Sepintas lalu terdengar sama-sama berakhiran ta, tapi jika diamati benar barulah terasa bedanya antara bunyi tah dengan ta itu. Yang satu terdengar lebih tebal atau kental dan yang satu terasa ringan.

Demikianlah pantun-pantun yang banyak terlihat, jika dirasakan banyak sekali kekurangannya. Namun, hal itu tidak menjadi masalah justru menjadi canda gurauan, tidak ada niat untuk mengecilkan hati apalagi mencemooh. Begitu benar, sesungguhnya jiwa melayu yang terdapat dalam filosofi pantun tidak suka untuk saling menyakiti apalagi sampai melukai. Begitu indah pantun bagi kehidupan orang melayu khususnya dan bagsa Indonesia umumnya yang telah mendarah daging dalam jiwa dan raga.

Sumber : http://bissastra.blogspot.com/2009/04/ciri-dan-cara-menulis-pantun.html
No comments:

Pengertian Hiperbola

hiperbola (Yunani Kuno: ὑπερβολή 'berlebihan') adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebihan. Lawannya antara lain meiosis dan litotes. Contoh:

Suara keras menggelegar membelah bumi.
Perasaanku teriris-iris mendengar kisahnya.
Darahnya mengalir menganak sungai.
Dia menendang bola bundar itu dengan kakinya.
' suara klakson itu membara di angkasa sana . " "

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Hiperbola
1 comment:

Pantun Muda


Walaupun enak makan dengan bakwan
Lebih enak makan dengan tahu
Walaupun enak jalan dengan teman
Lebih enak jalan dengan kamu

Manis manis sekepal gula
Lebih manis sesendok madu
Manis manis senyum si janda
Lebih manis senyum bibirmu

Dari Natal pergi ke Tiku
Di Airbangis singgah dahulu
Kalau adik ragu hatiku
Boleh abang cari yang baru

Ayam boleh, ikan pun boleh
Yang penting ada nasinya
Hitam boleh, Putih pun boleh
Yang penting baik hatinya

Hari ini tidak punya henpon
Kampungan tampaknya
Kalau sehari tidak ditelepon
Kelimpungan rasanya

Sumber : http://awanto34.blogspot.com/2016/01/pantun-muda.html
No comments:

Macam-macam Majas dan Contohnya

Majas Perbandingan
Pengertian majas pertentangan adalah kata kiasan yang menyatakan perbandingan dalam menciptakan kesan dan pengaruh kepada pembaca dan pendengar.

Perumpamaan atau Asosiasi : perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang berbeda, namun dianggap sama yang menggunakan kata seperti, umpama, ibarat, sebagainya, bagai. Contohnya: Semangat belajarnya ibarat baja, Mukanya pucat bagai mayat, wajahnya terlihat bagai bulan purnama, kamu sangat cantik bagai awan dilangit, pendiriannya selalu berubah-ubah bagai air didaun alas. 

Metafora : metafora adalah majas berisi ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis. Metafora merupakan pemakaian kata buka dengan arti sebenarnya yang digunakan dalam persamaan dan perbandingan. Contohnya : Jonathan adalah bintang kelas dunia, sampah masyarkat akhirnya ditangkap oleh polisi,  satu persatu tikus-tikus berhasil ditangkap KPK, Perpustakaan adalah gudang nya ilmu, Raja siang keluar dari ufuk timur, jantung hatinya hilang tiada berita.

Personifikasi : personifikasi adalah membandingkan benda-benda yang tak bernyawa seakan-akan bernyawa atau hidup dengan sifat seperti manusia. Contohnya : Ombak berkejar-kejaran ditepi pantai, hujan itu menari-nari diatas genting, bulan tersenyum kepada bintang, badai mengamuk dan merobohkan rumah penduduk, angin membelai rambutnya yang tergerai.

Alegori : alegori adalah penggunaan bahasa yang menyatakan dengan cara lain dengan kiasan dan penggambaran. Pada umumnya alegori berbentuk cerita dengan simbol-simbol bermuatan moral. Contohnya : iman adalah kemudi dalam mengarungi zaman, suami sebagai nahkoda dan istri sebagai juru mudi, Contoh alegori berbentuk cerita :Pernikahan bagai bahtera yang harus dijalani dengan hati-hati. Suami sebagai nahkoda dan istri sebagai juru mudi yang melayarkan bahterai mengarungi lautan penuh badai dan gelombang.


Simbolik : simbolik adalah majas yang menggunakan kiasan atau melukiskan dengan menggunakan simbolik atau lambang dalam menyatakan maksudnya. Contohnya : Dia terkenal sebagai buaya darat, Rumah itu hangus dilalap oleh sijago merah, Teratai adalah lambang pengabdian, Bunglon adalah lambang orang tak berpendirian, Melati adalah lambang kesucian.

Majas Pertentangan
Pengertian majas pertentangan adalah kata-kata kias yang menyatakan pertentangan yang dimaksud oleh penulis atau pembicara dalam memberikan pengaruh atau kesan kepada pembaca dan pendengar.

Hiperbola: hiperbola adalah majas yang memberikan kesan yang berlebihan dari kenyataannya agar lebih berkesan atau meminta perhatian. Contohnya: ia terkejut setengah mati begitu melihat mayat perempuan tersebut, tubuhnya tinggal kulit pembalut tulang, keringatnya menganak sungai, kita berjuang sampai titik darah penghabisan, suaranya menggelegar ke angkasa.

Paradoks: paradoks adalah majas yang mengandung pertentangan antara pernyataan dengan fakta yang telah ada. Contohnya: Hatiku merintih ditengah hingar bingar pesta yang sedang berlangsung, dia besar tapi nyalinya kecil, aku merasa sendirian ditengah kota jakarta yang ramai ini, hidupnya sangat mewah tetapi mereka tidak bahagia mungkin karna ia tidak mempunyai anak, Tinggal di kota yang besar dan megah tetapi hidupnya kesepian.

Antitesis: antitesis adalah majas yang menggunakan pasangan kata yang artinya berlawanan. Contohnya: Tua muda, besar kecil ikut meramaikan pesta kembang api, Miskin kaya, cantik buruk sama saja di mata tuhan, hidup matinya manusia ada di tangan tuhan.

Litotes: litoses adalah majas yang menyatakan dengan berlawanan dari kenyataannya yang bertujuan untuk merendahkan diri. Contohnya: Terimalah kado tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku, perjuangan kami hanya setitik air dalam samudra luas, Karangan ini belum sempurna sertakan kritik dan sarannya, Sebenarnya ini sangat dulit tapi dapat diselesaikan.

Majas Pertautan
Pengertian majas pertautan adalah kata-kata kias yang bertautan dengan gagasan, ingatan.

Sinekdode: sinekdode adalah penggunaan kata yang sama dengan faktanya yang bertujuan memperjelas. Contohnya: lewat gardu belanda dengan berani, thailand memboyong piala kemerdekaan setelah menggulung PSSI harimau, indonesia akan memilih idolanya pada malam nanti, setiap kepala dikenakan pajak.
Metonimia: metonimia adalah pengungkapan berupa penggunaan nama benda yang lain seperti merek, atribut, atau ciri khas. Contohnya: Sering menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru(rokok djarum) , Setiap pagi ayah selalu menghirup kapal api (kopi kapal api), Orang tersebut sangat berclass dalam menghirupnya (rokok class mild), Dia selalu menaiki kuda hitam (Mobil Ferrari), atlet andalan kita mendapat perak, si kaos merah berusaha untuk mencetak gol.

Alusio: Alusio adalah majas yang menggunakan kata-kata berkaitan dengan peristiwa umum yang terjadi atau penggunaan kata yang umum dalam menunjukkan maksud. Contohnya: sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya, kamu jangan kura-kura dalam perahu, ceritakan semua hal tersebut dengan jujur. 

Eufimisme: eufimisme adalah majas yang menggunakan kata-kata sopan dan halus. Contohnya: Dimana saja bisa menemukan kamar kecilnya, anak ibu lamban menerima pelajaran, anak ibu tidak bodoh tapi hanya malas belajar. 

Majas Perulangan/Penegasan
Pengertian majas perulangan/penegasan adalah kata-kata kias yang menyatakan penegasan untuk meningkatkan kesan dan pengaruh kepada pendengar dan pembaca.

Aliterasi: aliterasi adalah kata-kata yang memanfaatkan kata yang permulaannya sama dengan bunyinya. Contohnya: Dara damba daku, datang dari danau.

Pleonasme: pleonasme adalah majas yang menggunakan kata-kata dengan berlebihan untuk menegaskan arti suatu kata. Contohnya: Saya naik ke tangga ke atas, ayo kita berjalan ke depan untuk melihat sendiri, aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, Dara yang merah itu membasahi bajunya, Dia menangis dengan meluarkan air dimatanya. 

Anataklasis: anataklasis adalah majas yang mengandung pengulangan kata yang sama, dengan makna yang berbeda. Contohnya: Ayah selalu membawa buah ditangan untukbuah hatinya, Karena buah penanya sudah jadi buah bibir masyarakat. 

Repetisi: repetisi adalah majas perulangan kata atau kelompok kata yang  sama dalam menarik perhatian atau menegaskan. Contohnya: tidak setiap penderitaan menjadi luka dan tidak setiap sepi jadi duri, dialah yang kutunggu, dialah yang kunanti, dialah yang kuharapkan. 

Paralelisme: paralelisme adalah majas perulangan yang pada umumnya terdapat dalam puisi yang disusun atas baris yang berbeda. Contohnya

Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lapus

Cinta itu adalah pengertian
Cinta itu adalah kesetiaan
Cinta itu adalah rela berkorban  

Sumber : http://awanto34.blogspot.co.id/2016/01/macam-macam-majas-dan-contohnya.html
No comments:

Tuesday, July 19, 2016

Rusa dan Anjing

Konon, pada jaman dahulu kala, rusa tidak mempunyai tanduk. Justru anjinglah yang mempunyai tanduk panjang dan bercabang-cabang. Pada suatu ketika, musim panas yang sangat panjang tiba, sehingga hampir semua sungai menguap airnya hingga kering. Semua hewan merasa kehausan dan juga kelaparan karena rumput dan tumbuh-tumbuhan lainnya tidak dapat tumbuh.
Kehausan dan kelaparan juga dialami oleh sepasang rusa. Mereka pergi mencari air dengan menyusuri bukit, dan lereng-lereng gunung. Dan akhirnya setelah mencari cukup lama mereka pun menemukan sebuah sungai yang masih ada airnya. Selain sepasang rusa tersebut, sudah ada banyak hewan-hewan lain yang juga berada di situ.
“Setelah sekian lama kita mencari, baru sekarang kita menemukan air. Lihatlah, sudah banyak binatang lain yang berkumpul disini.”, kata rusa jantan kepada rusa betina.
Rusa betina kemudian memalingkan pandangannya ke segala penjuru.
“Iya, memang tempat ini sudah ramai dipenuhi oleh binatang lainnya yang juga kehausan dan kelaparan”, kata rusa betina.
Sepasang rusa itu lalu turun ke sungai. Tiba-tiba rusa betina melihat sesuatu dan berkata kepada rusa jantan, “Coba lihat ke sana! Siapa binatang itu. Betapa tampannya dia. Tanduknya sangat bagus dan menarik. Wah, dia terlihat sungguh gagah.”
Si rusa jantan lalu menoleh, dan memperhatikan binatang yang sedang menuruni bukit menuju sungai untuk minum.



“Itu adalah anjing. Dia sahabatku namun kita sudah lama tidak berjumpa,” jawab rusa jantan.
Ketika si anjing tiba di pinggir sungai, ia melihat rusa jantan dan istrinya.
“Hai, rusa! Sedang apa kau di sini?” tegur si anjing kepada rusa jantan sahabatnya.
“Ya, jangan heran. Sekarang ini air kan sangat sulit diperoleh karena kekeringan, dan makanan pun tak ada. Kami pergi mencari kesana kemari hingga akhirnya menemukan air di tempat ini”, jawab rusa jantan.
Kemudian mereka semua turun ke sungai untuk minum. Setelah minum, ketiga hewan itu lalu berpencar kembali.
“Mana si anjing itu tadi?” Tanya rusa betina kepada rusa jantan.
“Oh, itu di sana! Di bawah pohon, dia sedang beristirahat. Mungkin dia masih merasa lelah setelah menempuh perjalanan yang jauh”, jawab rusa jantan.
“Kalau begitu, ayo kita juga beristirahat disana bersama dengan dia”, ajak si rusa betina kepada suaminya.
“Ah, kamu ini!", tegur rusa jantan kepada rusa betina.
"Kenapa dari tadi kamu selalu memandangi si anjing? Sedangkan aku tak lagi kamu perhatikan?” tanya rusa jantan dengan jengkel.
“Tentu saja. Aku kagum dengan tanduk si anjing itu. Wah sungguh tak terkatakan indahnya. Oh, sungguh indah sekali”, jawab rusa betina sambil terus memuji-muji tanduk si anjing.



“Apakah ia terlihat lebih gagah dariku?” tanya si rusa jantan pada rusa betina istrinya.
“Ya, tentu saja tidak. Tetapi yang jelas tanduknya sangat bagus. Jika kau mempunyai tanduk seperti dia, pasti kau akan terlihat jauh lebih gagah daripada si anjing” jawab rusa betina
Rusa jantan lalu terdiam sejenak. Ia pun berusaha mencari akal.
“Begini saja,” kata rusa jantan sesaat kemudian. Kalau kamu mau lihat aku bertanduk, nanti aku akan meminjam tanduk si anjing. Aku akan kesana dulu untuk berbicara dengannya.”
Rusa jantan itu terpengaruh oleh rayuan istrinya. Ia lalu menemui si anjing.
“Hei anjing temanku. Istriku ingin sekali melihat kita berlomba lari,” kata rusa jantan berbohong.
Si anjing yang tak ingin membuat sahabatnya kecewa menyetujui usul itu. Mereka lalu pergi ke tepi padang rumput untuk berlomba lari.
“Apabila saya sudah berdiri dan mengangkat kakiku, maka mulailah kalian berdua lari”, rusa betina memberikan aba-aba.
Rusa jantan dan anjing itu kemudian berlomba lari. Dan ternyata, anjing dapat dengan mudah dikalahkan oleh si rusa jantan. Si anjing merasa kecewa karena kekalahannya itu. Sang rusa jantan pun segera menghibur sambil berusaha menipunya.



“Begini anjing temanku. Kau tadi dapat kukalahkan karena kau memakai tanduk yang berat sehingga larimu menjadi lambat. Nah, supaya adil bagaimana kalau aku sekarang yang memakai tanduk itu. Lalu kita berlomba lari lagi.”
Anjing kemudian menyetujui lagi usul sahabatnya tanpa merasa curiga. Ia lalu melepaskan tanduknya dan memberikannya kepada rusa jantan. Rusa jantan lalu memakai tanduk si anjing yang besar dan bercabang-cabang itu.
Anjing dan rusa jantan pun berlomba lagi. Ketika rusa jantan melihat si anjing berlari sekencang-kencangnya di depan, ia pun berlari tetapi berbelok ke arah lain menjauh dari si anjing. Sedangkan si anjing terus berlari dan berlari tanpa menyadarinya. Karena merasa akan menang, anjing baru menoleh ke belakang. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat bahwa si rusa jantan sudah menghilang dan tak ada di belakangnya.
Sadar dia telah ditipu, si anjing berlari berbalik arah untuk memburu si rusa jantan dengan marah. Akan tetapi, karena si rusa jantan jauh lebih gesit dan lincah, si anjing tak mampu menyusulnya. Dan akhirnya, tanduk si anjing pun dibawa lari oleh rusa jantan.
Karena itulah hingga sekarang, bila anjing melihat rusa jantan, dia pasti akan mengejarnya, karena ingin meminta kembali tanduknya yang dulu dipinjam. Hingga saat ini binatang rusa jantan memiliki tanduk yang indah dan kokoh, yang membuatnya terlihat gagah.

Cerita rakyat dari Sulawesi Tengah ini kiriman dari paijojoyoku

Sumber Cerita Rakyat Rusa dan Anjing
No comments:

Asal Mula Nama Kota Balikpapan

Menurut cerita rakyat yang diceritakan secara turun temurun di kalangan masyarakat Kalimantan Timur, sejak tahun 1700 an di tanah Pasir sudah ada sistem pemerintahan kerajaan yang sangat teratur. Di bawah pemerintahan kerajaan tersebut, rakyat hidup sejahtera. Kekuasaan raja yang memimpin pada waktu itu sangat luas, membentang hingga ke bagian selatan. Daerah tersebut merupakan sebuah teluk yang kaya akan hasil laut, dan pemandangan disana pun sangat indah. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di sepanjang teluk hidup sebagai nelayan dan petani yang sangat makmur.
Sultan yang memerintah kerajaan pada waktu itu adalah Sultan Aji Muhammad. Sultan mempunyai seorang putri bernama Aji Tatin. Putri tersebut menikah dengan Raja Kutai. Kepada ayahnya, Aji Tatin meminta warisan untuk masa depannya. Sultan Aji Muhammad kemudian memberikan wilayah teluk yang saat itu memang belum memiliki nama.
Pada suatu hari, ketika orang-orang yang bertugas mengumpulkan upeti dari rakyat untuk Aji Tatin sedang naik perahu, datanglah angin topan yang dahsyat. Upeti dari rakyat yang sedang mereka bawa saat itu berupa papan dengan jumlah yang sangat banyak. Karena merasa tidak mampu untuk melawan badai, para pendayung perahu tersebut berusaha merapat ke pantai. Namun, karena gelombang yang sangat besar dan angin topan tersebut, perahu pun terhempas ke sebuah karang. Alat untuk mendayung (tokong/galah) pun patah dan perahu pun karam. Panglima Sendong yang memimpin rombongan tersebut dan semua anak buahnya meninggal.
Jadi, menurut legenda atau cerita rakyat Kalimantan Timur ini, nama Balikpapan diambil dari kejadian saat perahu yang berisi papan terbalik karena diterpa badai. Sedangkan pulau karang yang tertabrak oleh perahu hingga karam kini dinamakan Pulau Tukung.

Cerita Rakyat Kalimantan Timur, asal mula nama Kota Balikpapan ini kiriman dari paijojoyoku

Sumber : Asal Mula Nama Kota Balikpapan
No comments:

Naga Sabang & Dua Raksasa Seulawah

Pada suatu masa saat pulau Andalas masih terpisah menjadi dua pulau yaitu pulau bagian timur dan pulau bagian barat, kedua pulau ini di pisahkan oleh selat barisan yang sangat sempit. Di selat itu tinggal lah seekor naga bernama Sabang. Pada masa itu di kedua belah pulau tersebut berdiri dua buah kerajaan bernama Kerajaan Daru dan Kerajaan Alam. Kerajaan Daru dipimpin oleh Sultan Daru berada di pulau bagian timur dan kerajaan Alam dipimpin oleh Sultan Alam berada di pulau bagian barat. Sultan Alam sangat adil dan bijaksana kepada rakyatnya dan sangat pintar berniaga sehingga kerajaan Alam menjadi kerajaan yang makmur dan maju. Sedangkan Sultan Daru sangat kejam kepada rakyatnya dan suka merompak kapal-kapal saudagar yang melintasi perairannya.

Sudah lama Sultan Daru iri kepada Sultan Alam dan sudah sering pula dia berusaha menyerang kerajaan Alam namun selalu dihalangi oleh Naga Sabang, sehingga keinginannya menguasai kerajaan Alam yang makmur tidak tercapai.

Maka pada suatu hari dipanggil lah penasehat kerajaan Daru bernama Tuanku Gurka, “Tuanku Gurka, kita sudah sering menyerang Kerajaan Alam tetapi selalu dihalangi oleh naga Sabang, coba engkau cari tahu siapa orang yang bisa mengalahkan Naga itu”, perintah Sultan Daru.



“Yang mulia, Naga Sabang adalah penjaga selat Barisan. Kalau naga itu mati makan kedua pulau ini akan menyatu karena tidak ada makhluk yang mampu merawat penyangga diantara kedua pulau ini selain naga itu”, jelas Tuanku Gurka.

“Aku tidak peduli kedua pulau ini menyatu, aku ingin menguasai kerajaan Alam”, jelas Sultan Daru.

“Ada dua raksasa bernama Seulawah Agam dan Seulawah Inong, mereka sangat sakti”, kata Tuanku Gurka.

“Seulawah Agam memiliki kekuatan yang sangat besar sedangkan Seulawah Inong mempunyai pedang geulantue yang sangat cepat dan sangat tajam”, tambah Tuanku Gurka.

Maka tak lama kemudian datanglah kedua raksasa tersebut menghadap Sultan Daru untuk menyampaikan kesangupan mereka bertarung menghadapi naga Sabang. Tak lama kemudian dikirimlah utusan kepada naga Sabang untuk memberi tahu bahwa kedua raksasa itu akan datang bertarung dengannya.



Naga Sabang sedih mendengar berita tersebut dan segera menghadap Sultan Alam, “ Sultan Alam sahabatku, sudah datang orang suruhan Sultan Daru kepada ku membawa pesan bahwa dua raksasa Selawah Agam dan Seulawah Inong akan datang melawanku”, Jelas sang Naga kepada Sultan Alam.

“Mereka sangat kuat, aku khawatir akan kalah”, kata sang Naga.

“Kalau saja aku terbunuh maka kedua pulau ini akan menyatu, bumi akan berguncangan keras dan air laut akan surut, maka surulah rakyatmu berlari ke gunung yang tinggi, karena sesudah itu akan datang ie beuna, itu adalah gelombang yang sangat besar yang akan menyapu daratan ini”, pesan sang Naga.

Sultan Alam menitikan air mata mendengar pesan dari naga sahabatnya,” Baiklah sahabatku, aku akan sampaikan pesanmu ini kepada rakyatku.

Maka pada waktu yang sudah di tentukan terjadilah pertarungan yang sengit antara naga Sabang dan kedua raksasa di tepi pantai. Sultan dan rakyat kedua kerajaan menyaksikan pertarungan seru tersebut dari kejauhan. Pada suatu kesempatan raksasa Selawah Inong berhasil menebas pedangnya ke leher sang naga.



Kemudian raksasa seulawah Agam mengangkat tubuh naga itu dan berteriak,” Weehh!”, sambil melemparkan tubuh naga itu sejauh-jauhnya, maka tampaklah tubuh naga itu jatuh terbujur di laut lepas.

Sejenak semua orang terdiam, kemudia sultan Alam berteriak sambil melambaikan tangan ke tubuh naga yang terbujur jauh di tengah laut,

”Sabaaaaang!, Sabaaaang!, Sabaaang!” panggil Sultan Alam.

“Wahai Sultan Alam, tidak usah kau panggil lagi naga itu!, dia sudah mati …..itu ulee leue”, Teriak Sultan Daru dari seberang selat sambil menunjukan kearah kepala naga sabang yang tergeletak di pinggir pantai.

Tiba-tiba kedua pulau bergerak saling mendekat dan berbenturan sehingga terjadilah gempa yang sangat keras, tanah bergoyang kesana-kemari, tak ada yang mampu berdiri, kedua raksasa sakti jatuh terduduk di pantai.

Tak lama setelah gempa berhenti kemudian air laut surut sehingga ikan-ikan bergeleparan di pantai. Sultan Daru dan rakyatnya bergembira ria melihat ikan-ikan yang bergeleparan mereka segera memungut ikan-ikan tersebut, sedangkan sultan Alam dan rakyatnya segera berlari menuju gunung yang tinggi sesuai pesan dari naga Sabang.

Tak lama kemudian datanglah gelombang yang sangat besar menyapu pulau Andalas. Sultan Daru dan rakyatnya yang sedang bergembira di hantam oleh gelombang besar itu, kedua raksasa sakti juga dihempas oleh gelombang besar sampai jauh kedaratan. Rumah-rumah hancur, hewan ternak mati bergelimpangan, sawah-sawah musnah, desa dan kota hancur berantakan. Sedangkan Sultan Alam dan rakyatnya menyaksikan kejadian mengerikan tersebut dari atas gunung yang tinggi.

Sejak saat itu pulau Andalas menyatu di bawah pimpinan sultan Alam yang adil dan bijaksana. Mereka membangun kembali desa-desa dan kota-kota yang hancur, kemudian Sultan Alam membangun sebuah kota kerajaan di dekat bekas kepala naga, kota itu di beri nama Koeta Radja dan pantai bekas kepala naga itu di sebut Ulee leue (kepala ular). Sedangkan tempat kedua raksasa sakti itu terkubur diberi nama Seulawah Agam dan Seulawah Inong. Sedangkan pulau yang tebentuk dari tubuh naga di sebut pulau Weh (menjauh) atau pulau Sabang.


Wildan Seni

Sumber : Naga Sabang & Dua Raksasa Seulawah  
No comments:

Cerita Tentang Candi Cino

Kabupaten Muaro Jambi yang merupakan bagian dari Provisni Jambi kaya akan peninggalan bersejarah yang tak ternilai harganya. Sayangnya peninggalan-peninggalan ini masih banya yang belum ditemukan dan dirawat sebagai mana mestinya. Salah satunya adalah suatu situs candi yang terdapat di desa Kemingking Dalam, kecamatan Tanggo Rajo. Di desa ini terdapat beberapa gundukan batu yang pada awalnya tidak dianggap sebagai apapun oleh warga sekitar. Namun, ketika lapisan tanah yang menumpuk sedikit demi sedikit mulai luntur, maka terlihatlah bahwa gundukan batu itu merupakan sebuah candi.

Warga tidak terlalu mengetaui tentang asal muasal dari candi ini. Penelitian tentang candi inipun baru saja dilakukan dan belum diketahui hasilnya. Sesuatu yang dapat diyakini kebenarannya adalah candi ini mungkin berasal dari masa suatu kebudayaan budha karena bentuk arsitekturnya yang tidak terlalu berbeda dengan candi yang terletak di situs candi muaro jambi.

Cerita tentang candi ini banyak berkembang di masyarakat desa Kemingking Dalam. Ada berbagai versi cerita tentang candi yang sering disebut warga sebagai candi Cino. Salah satunya adalah bahwa di jaman dahulu kala ketika sistem perdagangan internasional yang memasuki kerajaan Jambi masih dilakukan melalui aliran sungai Batanghari, banyak orang asing yang berkunjung bahkan menetap di Jambi termasuk di Desa Kemingking Dalam. Dari sekian banyak pedagang yang datang dan pergi ini, ada sekumpulan pedagang yang berasal dari negeri Cina.

Pedagang dari negeri Cina ini sering melakukan perjalanan bisnis ke daerah Jambi melalui aliran sungai Batanghari dan ketika mereka berkunjung ke wilayah Jambi mereka akan menetap untuk beberapa waktu karena telah menempuh perjalanan yang jauh dan melelahkan. Karena mereka berasal dari Cina dan beragama Buddha maka mereka kemudian membangun candi yang mereka gunakan untuk kepentingan ibadah mereka selama mereka berada di wilayah Jambi. Karena hubungan mereka dengan raja atau penguasa di masa cukup baik, mereka diberi ijin untuk mendirikan kompleks candi untuk peribadatan mereka. Karena candi itu dibangun oleh pedagang dari negeri Cina, candi itu kemudian disebut sebagai candi Cino, disesuaikan dengan lafal masyarkat sekitar.

Hingga kini masa demi masa telah berlalu, masa perdagangan yang gemilang itu telah lama berakhir demikian pula dengan fungsi candi yang telah dibangun tersebut semakin lama semakin terkubur hingga beberapa waktu lalu kembali ditemukan keberadaannya oleh warga sekitar. Kini segala pelestarian kebudadayaan kuno ini tergantung kepada pemerintah daerah dan pusat serta kerjasama masyarakat sekitar untuk menjaga warisan budaya bangsa ini.




Dikutip dari cerita rakyat masyarakat sekitar Desa Kemingking dengan perubahan dan gubahan seperlunya

kontribusi Prawitri Thalib

No comments:

Legenda Harimau Makan Durian

Desa Kemingking Dalam merupakan termasuk wilayah kecamatan Taman Rajo, kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Daerah ini terkenal dengan berbagai macam hasil bumi salah satunya adalah durian. Di desa Kemingking Dalam, musim durian biasanya tiba satu atau dua tahun sekali dengan hasil yang berlimpah. Durian dari daerah ini terkenal karena bentuknya yang tidak terlalu besar namun memiliki rasa khas yang manis dan legit. Setiap musim panen tiba, masyarakat desa Kemingking Dalam akan berbondong-bondong menunggui durian yang runtuh di kebun mereka masing-masing. Mereka menjaga kebun ini bersama keluarga mereka baik di waktu siang maupun malam. Tetapi, ketika musim panen hampir usai dan buah yang ada di pohon tinggal sedikit, masyarakat desa Kemingking Dalam tidak akan lagi menunggui kebun mereka di malam hari. Berkenaan dengan kebiasaan ini, terdapat sebuah cerita di dalamnya.

Pada suatu masa ketika desa Kemingking Dalam masih merupakan desa dengan pemerintahan tersendiri dan raja-rajanya masih berkuasa. Rakyat hidup berdampingan dalam kedamaian dan kesejahteraan berkat pemimpin yang bijaksana. Namun, tiba-tiba segala kemakmuran itu terganggu dengan hadirnya seekor harimau besar dari negeri seberang. Harimau ini buas, bengis, dan lapar. Ia tidak hanya menghabisi ternak warga masyaraka, tetapi lambat laun harimau ini mulai menyerang manusia. Membuat belasan orang meninggal sedangkan puluha lainnya luka-luka dengan cacat pada tubuhnya.

Melihat hal ini, Raja yang berkuasa di saat itu tidak dapat tinggal diam. Ia kemudian memerintahkan salah seorang prajuritnya yang paling sakti untuk mengatasi krisis yang terjadi di kerajaannya. Prajurit ini dengan patuh pergi mencari harimau untuk mengusir atau membunuhnya. Ketika berhadapan dengan sang harimau prajurit ini langsung menyerang dengan segala daya upaya yang dimilikinya. Namun sang harimau yang sangat besar dan kuat dapat dengan mudah mematahkan pedang dan tombak senjata sang prajurit serta melukai prajurit hingga terluka parah.





Mengetahui kondisinya yang tidak lagi memungkinkannya untuk bertarung secara maksimal, sang prajurit kemudian melarikan diri dari sang harimau dengan segenap kesaktiannya yang tersisa ia dapat menghindari pengejaran si harimau selama beberapa musim. Hingga akhir tahun itu tiba, cidera yang diderita sang prajurit masih belum pulih sepenuhnya. Ia masih belum sanggup untuk melawan sang harimau yang terus mengejarnya seorang diri. Hingga ketika itu sampailah sang prajurit di sebuah daerah yang masih merupakan bagian dari wilayah Desa Kemingking Dalam sekarang ini yang dipenuhi aroma manis dan tanahnya dipenuhi buah yang penuh duri.

Di tempat ini sang prajurit tidak dapat lagi melarikan diri dan ia telah bertekad untuk melawan sang harimau apapun taruhannya. Ketika sang harimau mendapati sang prajurit tidak lagi melarikan diri ia pun menyerang sang prajurit tanpa ampun. Mereka kemudian bertarung dengan seluruh kemampuan mereka. Hingga kemudian sang prajurit menyadari kehadiran buah yang permukaannya dipenuhi duri itu. Ia kemudian menggunakan buah yang di masa kini dikenal dengan nama Durian sebagai senjatanya. Sang prajurit melempar harimau jahat itu dengan durian terus menerus hingga harimau itu terluka parah dan menyadari bahwa ia telah kalah.

Saat hendak menghabisi sang harimau, harimau pun meminta ampun atas semua kesalahan yang telah ia lakukan di masa lalu. Ia pun berjanji kepada sang prajurit untuk tidak lagi menyerang warga asalkan ia diperbolehkan untuk melahap sebagian dari buah yang penuh duri yang tumbuh di tanah mereka itu. Karena rasa kasihan dan iba serta karena melihat kesungguhan dari sang harimau, maka sang prajurit pun membiarkan harimau untuk terus hidup dengan syarat ia tidak akan mendapat ampun lagi apabila ia melanggar janjinya pada sang prajurit.



Maka setelah sekian lama dalam pelarian kembalilah sang prajurit dengan kemenangan di pihaknya. Ia pun melaporkan segala yang terjadi kepada Rajanya dan meneruskan sumpah sang harimau kepada seluruh masyarakat untuk dihormati dan dipatuhi. Hingga sekarang, sumpah sang harimau terus dijaga oleh masyarakat desa Kemingking Dalam. Sehingga meskipun hutan desa Kemingking Dalam termasuk dalam wilayah kekuasaan harimau, harimau-harimau ini tidak pernah menampakkan diri ataupun menyerang warga. Mereka hanya muncul di waktu malam ketika musim durian hampir usai untuk melahap buah-buah terakhir yang telah diperjanjikan untuknya.

Dikutip dari cerita rakyat masyarakat sekitar Desa Kemingking dengan perubahan dan gubahan seperlunya

kontribusi Prawitri Thalib 

Sumber : Cerita Rakyat Legenda Harimau Makan Durian
No comments:

Asal Usul Nama Desa Kemingking Dalam

Pada zaman dahulu kala di suatu kerajaan yag bernama Kerajaan Paliang Jati tersebutlah seorang raja yang arif, bijaksana, dan dermawan yang bernama Raja “Ramanda Sultan Jati”. Selama kepemimpinan Sang Raja tidak seorangpun rakyatnya yang hidup sengsara atau menderita. Maka dari itu rakyat sangat menghormati Sang Raja dan mereka juga tidak segan-segan mempertaruhkan nyawa mereka demi Sang Raja.

Raja Ramanda Sultan Jati mempunyai seorang permaisuri yang cantik jelita yang selalu menemaninya di saat susah maupun senang. Karena kecantikannya itulah Sang Permaisuru digelari sebagai “Permaisuri Ayu” oleh rakyatnya. Tidak berapa lama setelah pernikahan mereka yang indah dan bahagia, Raja Ramanda Sultan Jati dan Permaisuri Ayu kemudian dikaruniai seorang putra yang mereka beri nama “Kamanda Sultan Jati” dan seorang putri yang bernama “Ayunda”.

Sejalan dengan perjalanan waktu, Kamanda Sultan Jati pun tumbuh dewasa dan tampan. Namun Kamanda Sultan Jati memiliki kepribadian yang sangat berbeda jauh dengan ayahandanya. Tingkah lakunya tidak layak disebut sebagai putra mahkota karena tidak sekalipun ia peduli terhadap kepentingan dan kesejahteraan rakyat dan kerajaannya. Tidak seperti ayahnya yang arif, bijaksana, dan darmawan Kamanda Sultan Jati tidak lebih dari seorang yang tamak dan semena-mena kepada rakyatnya.

Raja Ramanda Sultan Jati sudah mencapai usia lanjut dan hendak beristirahat dengan meletakkan tampuk kepemimpinan kepada putra satu-satunya Kamanda Sultan Jati. Sejak saat itu, tak suatu haripun berlalu tanpa penyesalan dari Yang Mulia Ramanda Sultan Jati. Karena sejak berada di bawah kepemimpinan putranya, Kerajaan Paliang Jati yang dulu merupakan kerajaan yang makmur merata hingga seluruh penjuru negeri, kini hanyalah sebuah daerah dengan kekacauan di mana-mana dan kemiskinan mewarnai setiap sudut wilayah kecuali tentu saja istana kerajaan dan sekitarnya.

Pada suatu hari raja baru ini memaksa ibundanya agar menikah dengannya. Melihat kejadian tersebut, Ramanda Sultan Jati terkejut tak kuasa menahan kesedihannya lebih jauh lagi. Sehingga Ramanda Sultan Jati kembali kepada Sang Pencipta dalam kesedihan yang luar biasa. Permaisuri Ayu pun tenggelam dalam kesedihan yang berlarut-larut hingga tidak lama kemudian Ia menyusul kepergian suaminya



Tingkah laku Kamanda Sultan Jati semakin menjadi-jadi setelah kepergian kedua orangtuanya. Rakyatnya semakin miskin dan menderita karena kemiskinan yang semakin parah dan angka kriminalitas yang terus meninggi. Namun, Kamanda Sultan Jati tetap saja tidak melakukan apapun untuk memperbaiki keadaan. Ia justru menjadi semakin keterlaluan dengan memaksa adiknya Putri Ayunda untuk menikahinya. Dari pernikahan terlarang tersebut Permaisuri Ayunda memiliki seorang putra yang bernama “Dimitri Sultan Jati”.

Dimitri Sultan Jati tumbuh besar di bawah asuhan ibundanya tercinta. Semakin dewasa, Dimitri semakin mirip dengan kakeknya Sang Raja terdahulu. Baik rupa maupun sifatnya selalu mengingatkan Permaisuri Ayunda akan rupa dan sifat ayahandanya. Tidak hanya baik hati dan rupawan, Dimitri juga memiliki rasa keadilan dan keberanian yang begitu tinggi. Hal ini ia tunjukkan dengan selalu menentang kelakuan dan kebijakan ayahnya, terutama ketika ayahnya membuat peraturan-peraturan yang menyengsarakan rakyatnya seperti:

- semua hasil perkebunan rakyat harus diserahkan pada kerajaan

- 50% tanah rakyat adalah milik kerajaan

- Setiap anak lelaki yang lahir harus dibunuh karena Kamanda Sultan Jati takut akan ada yang melakukan perlawanan dan mengalahkannya

- Setiap anak perempuan yang lahir harus dirawat dan dijaga baik-baik dan ketika dewasa akan dijadikan selirnya

- dll

Melihat kelakuan ayahnya yang keterlaluan, Dimitri menentangnya secara terang-terangan. Hal ini tentu saja membuat Sang Raja lalim marah besar.

“Dimitri! Kamu masih kecil dan tidak tahu apa-apa. Jika kau menentang ayah lebih jauh lagi, ayah tidak segan-segan mengusirmu dari istana ini ke tempat kau tidak akan bisa kembali melihat matahari terbit lagi.” Ancam Kamanda Sultan Jati.

“Ayahanda, ananda lebih baik pergi dari istana ini daripada hidup dengan orang yang tidak manusiawi seperti ayah. Sungguh sedih hatiku tidak dapat melakukan suatu apapun untuk memperbaiki tabiat ayah.” Jawab Dimitri.



Kamanda Sultan Jati hanya tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban anaknya yang segera beralalu meninggalkannya. Sebelum pergi Dimitri hendak membawa serta ibunya. Tetapi Permaisuri Ayunda menolak untuk pergi bersama Dimitri karena ia merasa tidak dapat meninggalkan rakyatnya menderita begitu saja dan kondisinya yang sedang hamil tua tidak memungkinkannya untuk bepergian jauh.

Belum lama setelah kepergian Dimitri istana tampak ramai dengan perayaan kelahiran tiga putra kembar Sang Raja dan Permaisuri. Karena bahagianya, Sang Raja menggelar suatu pesta besar sehingga seluruh istana penuh dengan hias-hiasan, tari-tarian, makanan-minuman, dan para bangsawan. Ketika sedang mengantar salah seorang tamu kayanya pulang, datanglah seorang pengemis tua menghampiri Sang Raja dan Permaisuri yang masih berdiri di depan pintu menunggu tamunya menghilang dari pandangan.

“Wahai Raja Yang Mulia, bolehkah saya meminta sesuap nasi di istanamu yang megah ini?” Tanya pengemis tua yang menyadarkan tubuh rentanya pada sebatang tongkat itu. Namun, bukannya memberikan sedikit makanan dari limpahan sajian dari istananya, Sang Raja justru menjadi sangat murka dan marah melihat pengemis tua ini begitu lancang berdiri dan meminta di hadapannya.

“Dasar pengemis renta! Tidak ada sebutir nasipun untuk orang yang menjijikan sepertimu. Pergi dari sini sebelum bau menjijikkanmu itu mengotori istanaku ini dan menghilangkan selera makan tamu-tamuku.” Usir Kamanda Sultan Jati sambil berlalu pergi.

“Wahai Raja Yang Mulia, sesungguhnya kamu harus tahu bahwa kesombonganmulah yang akan menghancurkan kepemimpinanmu. Dan sesungguhnya tidak akan bisa mati dirimu kecuali keempat putramu memotong empat bagian tubuhmu dan melemparkannya ke empat penjuru mata angin.”

Mendengar pernyataan yang dianggapnya sangat lancang, Sang Raja berpaling dan telah memutuskan untuk menggantung pengemis tua itu. Tetapi betapa terkejutnya ia ketika melihat tidak ada seorangpun di tempat pengemis tua tadi berdiri. Ia melihat ke sekeliling tetapi tetap saja pengemis tua itu tidak terlihat. Kamanda Sultan Jati tidak mengerti bagaimana seseorang yang sudah tua renta bisa dapat pergi secepat itu. Tetapi ia dengan segera memutuskan untuk kembali menikmati pestanya yang meriah dan melupakan sang pengemis sama sekali.



Beberapa masa telah berlalu sejak peristiwa itu ketika Sang Raja menderita penyakit yang sangat aneh. Tubuh Sang Raja tidak bisa digerakkan, seluruh tubuhnya menjadi kaku dan ia telihat seperti mayat hidup. Semua tabib telah didatangkan dari seluruh penjuru negeri, namun tidak ada seorangpun yang dapat menyembuhkannya. Bahkan membuat kondisi Sang Raja sedikit lebih baikpun para tabib itu tidak kuasa. Mereka hanya dapat berkata bahwa penyakit yang menyerang Sang Raja adalah penyakit yang teramat aneh dan tidak pernah mereka jumpai sebelumnya apalagi obatnya.

Bertahun-tahun telah berlalu sejak Sang Raja menderita penyakit aneh. Tetapi penilaian dan pendapat para tabib tetap sama dan kondisi Raja tidak berubah membaik. Di tengah keputusasaannya, Sang Permaisuri teringat akan kata-kata pengemis tua yang di masa lalu telah diusir oleh Kamanda Sultan Jati. Untuk mengakhiri penderitaan suaminya, Permaisuri kemudian menyuruh ketiga putra kembarnya untuk memotong empat bagian tubuh Kamanda Sultan Jati. Tetapi usaha itu ternyata sia-sia karena sebelum empat bagian tubuh itu di bawa ke empat penjuru mata angin, tubuh Raja kembali seperti semula.

Sang Permaisuri menjadi kecewa karena ternyata hal itu tidak dapat dilakukan tanpa kehadiran putra sulungnya, Dimitri Sultan Jati. Sedangkan dirinya sama sekali tidak mengetahui keberadaan Dimitri sekarang. Beberapa tahun lagi berlalu dengan tujuan utama pasukan Kerajaan Paliang Jati adalah mencari Putra Mahkota yang menghilang. Meski segala upaya telah dilakukan dan setiap tempat telah didatangi tetapi tetap saja keberadaan Dimitri Sultan Jati adalah misteri. Hingga suatu hari seorang prajurit berhasil memasuki istana Kerajaan Paliang Jati dan menerobos bagian tengah yang merupakan tempat khusus bagi Raja dan Permaisurinya. Sang Permaisuri yang melihat prajurit ini menegur dan memarahinya karena telah lancang memasuki kamar Raja terlebih Sang Raja kini sedang sakit.

Tetapi Permaisuri Ayunda terkejut karena prajurit itu tidak pergi seperti yang ia perintahkan namun justru duduk bersimpuh di hadapan Sang Permaisuri, lalu membuka penutup wajahnya.

“Ibunda” ujar prajurit yang ternyata adalah Dimitri Sultan Jati yang menyamar.

“Di… Dimitri… Anakku!” Permaisuri Ayunda tiba-tiba merasakan emosi yang bercampur antara sedih, bahagia, dan rindu sehingga ia tak kuasa menahan airmatanya sembari memeluk putra sulungnya yang tercinta.

“Iya Ibunda, yang kini ada di hadapanmu adalah putramu yang selama ini Ibunda cari. Bagaimana keadaan Ayahanda? Mengapa Ayahanda menjadi sedemikian buruk keadaannya?” Tanya Dimitri penuh rasa ingin tahu.



Kemudian Permaisuri menceritakan segala yang telah dilakukan oleh Sang Raja setelah kepergian Dimitri. Ia pun bercerita kepada Dimitri tentang adik-adiknya dan pengemis tua itu, tentang bagaimana buruknya perlakuan Sang Raja dan kutukan yang diberikan oleh pengemis tua itu. Dimitri tertegun mendengar penuturan ibunya dan akhirnya mengerti ketika ibunya menceritakan tentang usaha yang dilakukan oleh saudara-saudaranya tidak berhasil sehingga tubuh ayahnya tetap utuh hingga kini.

Dimitri begitu sedih dan terenyuh ketika pada akhirnya ia menemui ayahnya yang kini tidak dapat melakukan apapun selain terbaring kaku tanpa dapat menggerakkan tubuh sedikitpun.

“Ayahanda…. Mengapa keadaan Ayahnda menjadi sedemikian buruk?” Dimitri tak kuasa menahan kesedihannya melihat sang ayah yang terlihat begitu tua, kurus, dan tak bertenaga, sangat jauh berbeda dengan ayahnya pada terakhir kali mereka bertemu. Sang Raja yang menyadari kehadiran putra sulungnya hanya dapat mengalirkan airmata tanpa dapat berekspresi sedikitpun.

“Ibunda, tidak ada suatu apapun yang dapat saya lakukan berkaitan dengan kondisi Ayahanda saat ini. Bahkan tabib yang paling paling hebat pun tidak dapat meringankan penderitaan Ayahanda, terlebih lagi Ananda yang tidak lebih dari seorang anak yang tak berguna. Tetapi bagaimanapun sikap dan sifat Ayahanda dulu, Kamanda Sultan Jati adalah Ayahandaku. Dan Ananada akan selalu menyayangi dan menghormati Ayahanda.

“Jika ada satu hal yang dapat Ananda lakukan untuk Ayahanda, hal itu adalah mengakhiri penderitaan Ayahanda. Tetapi tahukah Ibunda, bahwa hal itu akan sangat menyakiti hatiku? Ananda tidak sanggup memotong bagian tubuh Ayahanda, Ibunda.”

“Oh, Dimitri putraku sayang. Ibunda tahu betapa hal itu akan sangat menyakiti hatimu. Tetapi coba pikirkan penderitaan yang telah dan akan diderita oleh Ayahandamu apabila engkau tetap berpegang teguh pada lembut hatimu. Seringkali rasa cinta adalah melakukan yang terbaik bagi orang yang kita kasihi, bukan yang terbaik bagi kita meskipun hal itu akan sangat menyakitkan bagi kita.”



Setelah berpikir mendalam dan melihat kondisi ayahnya dengan mata kepalanya sendiri, Dimitri menyadari bahwa akan lebih menyiksa bagi ayahnya jika ia tetap pada lembut hatinya. Hingga suatu hari telah bulatlah tekad Dimitri hingga ia memanggil ketiga adik dan ibunya untuk menyampaikan keputusannya pada mereka semua, kemudian bersama-samalah mereka menemui Sang Raja di kediamannya.

“Ayahanda, sungguh sedih hatiku karena harus menjadi orang yang melakukan hal ini kepada Ayahanda yang sesungguhnya sangat aku hormati dan sayangi. Tetapi hatiku jauh lebih sakit lagi jika terus melihat Ayahanda berada dalam penderitaan yang tak terkira ini. Segala yang Ananda dan adik-adik lakukan hanyalah demi kebaikan Ayahanda semata. Oleh karena itu, kami hanya akan memotong jari kelingking Ayahnda. Semoga dengan kebaikan Tuhan, Ayahanda mendapatkan yang terbaik.”

Mendengar perkataan anaknya Sang Raja hanya dapat mengedipkan matanya yang basah oleh airmata sebagai tanda persetujuan, ungkapan maaf, terima kasih dan campuran emosi lainnya yang tidak sanggup ia tunjukkan. Setelah berkata demikian, Dimitri pun memotong kelingking Sang Raja dan dilanjutkan oleh ketiga adiknya terhadap kelingking ayah mereka yang lain. Selanjutnya, kelingking-kelingking itupun mereka bawa masing-masing ke arah empat penjuru mata angin dan dijatukan di empat tempat yang berbeda.

Dari keempat tempat yang menjadi tempat jatuhnya kelingking Sang Raja, jika dihubungkan maka terbentuklah sebuah daerah yang subur dan kemudian dihuni oleh banyak orang. Lokasi ini kemudian terus berkembang menjadi sebuah desa yang ramai dan sejahtera. Berdasarkan asal usulnya desa ini seharusnya bernama desa Kelingking, tetapi karena masyarakat daerah ini memiliki kesulitan dalam melafalkan “L” maka desa ini berkembang menjadi desa Kemingking yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu Desa Kemingking Luar dan Desa Kemingking Dalam yang sekarang merupakan bagian dari kecamatan Taman Rajo, kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

Dikutip dari cerita rakyat masyarakat sekitar Desa Kemingking dengan perubahan dan gubahan seperlunya

kontribusi dari Prawitri Thalib 

Sumber : Cerita Rakyat Asal Usul Nama Desa Kemingking Dalam

No comments:

Cerita Rakyat "Si Pitung"

Pada jaman penjajahan belanda dahulu, di daerah Jakarta (dahulu Batavia) hiduplah seorang pria gagah yang bernama si Pitung. Dia lahir dari pasangan suami istri yang bernama pak Piun dan bu Pinah. Pekerjaan pak Piun sehari-hari adalah bertani.
Setiap hari si Pitung membantu bapaknya menanam padi, memetik kelapa dan mencari rumput untuk pakan ternaknya. Si Pitung juga tak segan untuk membantu tetangganya yang memerlukan bantuan. Tiap hari si Pitung juga sangat rajin menunaikan sholat dan puasa, bapaknya juga selalu mengajarkan si Pitung untuk bertutur kata yang santun, dan patuh kepada orang tua.
Si Pitung dan keluarganya tinggal di kampung Rawabelong, daerah kebayoran. Daerah itu adalah bagian dari daerah kekuasaan tuan tanah yang bernama babah Liem Tjeng Soen,oleh karena itu semua warga yang tinggal di situ wajib membayar pajak kepada babah Liem. Hasil pajak tanah tersebut nantinya akan disetorkan kepada Belanda.
Dalam memungut pajak, babah Liem dibantu oleh anak buahnya yang berasal dari kalangan pribumi. Anak buah yang diangkat babah Liem adalah kaum pribumi yang pandai bersilat dan memainkan senjata. Tujuannya adalah supaya para penduduk tidak berani melawan dan membantah pada saat dipungut pajak.
Hingga pada suatu hari, saat si Pitung membantu bapaknya mengumpulkan hasil panen dari sawah. Sesampainya di rumah, betapa terkejutnya si Pitung melihat anak buah babah Liem sedang marah-marah kepada bapaknya. Si Pitung lalu menghampiri bapaknya, dan bertanya kepada anak buah babah Liem, “Hey, apa salah bapak saya?” “Tanya saja sama bapakmu ini!!”, jawab anak buah babah Liem.
Anak buah babah Liem lalu pergi dengan membawa semua hasil panen yang telah dikumpulakan si Pitung dan bapaknya. Dengan nada geram, si Pitung berbicara dalam hatinya, “Nantikan pembalasanku!!”


Hingga keesokan harinya saat si Pitung berjalan menyusuri kampung, dia melihat kesewenang-wenangan anak buah babah Liem lagi. Mereka merampas ayam, kambing, kelapa, dan padi dari penduduk, tanpa rasa iba.
Sebagai warga yang merasa bertanggung jawab atas keamanan, maka si Pitung tidak tinggal diam. Si Pitung lalu menghampiri anak buah babah Liem, lalu berteriak “Hentikan pengecut!! Kenapa kalian merampas harta orang lain?!”
Para anak buah babah Liem kemudian menoleh kearah si Pitung. “Siapa kamu ini, berani-beraninya mencegah kami? Kamu tidak tahu siapa kami ini?”,teriak anak buah babah Liem.
“Saya tidak peduli siapa kalian, tapi perbuatan kalian itu sangatlah kejam dan tidak berperi kemanusiaan!”, jawab si Pitung.
Mendengar perkataan si Pitung, pemimpin anak buah babah Liem menjadi geram. Ia lalu menghampiri si Pitung, dan menyerang sekenanya saja. Ia mengira bahwa Pitung akan mudah dirobohkan. Namun, di luar dugaannya, Pitung malah mencekal lengannya dan membantingnya ke tanah hingga pingsan. Anak buah babah Liem yang lain menghentikan kesibukan mereka dan mengepung Pitung. Dengan sigap Pitung menyerang lebih dulu. Ada lima orang yang mengeroyoknya. Satu demi satu ia hajar pelipis atau tulang kering mereka hingga mereka mengaduh kesakitan. Lalu mereka menggotong pimpinan centeng yang masih pingsan dan melarikan diri.
Sebelum pergi, mereka mengancam: “Awas, nanti kami laporkan Demang.”
Beberapa hari setelah peristiwa itu, nama Pitung menjadi pembicaraan di seluruh Kebayoran. Namun, Pitung tak gentar dan tetap bersikap tenang. Ia bahkan tidak menghindar kalau ada orang yang bertanya kepadanya tentang kejadian itu.

Suatu hari, Pak Piun menyuruh si Pitung menjual kambing ke Pasar Tanah Abang. Pak Piun sedang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Si Pitung pun pergi ke tanah abang untuk menjual dua kambingnya itu. Tanpa sepengetahuan si Pitung, ternyata ada satu orang anak buah babah Liem yang membuntutinya sejak berangkat dari rumah tadi. Hingga pada saat si Pitung mandi di sungai dan berwudhu, anak buah babah Liem tadi mencuri uang hasil penjualan kambing dari saku bajunya yang diletakkakn di pinggir sungai.
Sesampainya di rumah, si Pitung sangatlah kaget. Karena uang hasil penjualan kambing tidak ada di sakunya lagi. Dengan geram ia kembali ke Pasar Tanah Abang dan mencari orang yang telah mencuri uangnya. Setelah melakukan penyelidikan, ia menemukan orang itu. Orang itu sedang berkumpul di sebuah kedai kopi.
Si Pitung mendatanginya dan menghardik, “Kembalikan uangku!”
Salah seorang berkata sambil tertawa, “Kamu boleh ambil uang ini, tapi kamu harus menjadi anggota kami.”
“Tak sudi aku jadi anggota kalian,” jawab si Pitung.
Para anak buah babah Liem itu marah mendengar jawaban si Pitung. Serentak mereka menyerbu Pitung. Namun, yang mereka hadapi adalah Si Pitung dari Kampung Rawabelong yang pernah menghajar enam orang centeng Babah Liem sendirian. Akibatnya, satu demi satu mereka kena pukulan Si Pitung.
Sejak hari itu, Si Pitung memutuskan untuk membela orang-orang yang lemah. Ia tak tahan lagi melihat penderitaan rakyat jelata, yang ditindas tuan tanah dan dihisap oleh penjajah Belanda. Beberapa anak buah babah Liem yang pernah dihajarnya ada yang insyaf dan ia mengajak mereka untuk membentuk suatu kelompok. Bersama kelompoknya, ia merampoki rumah-rumah orang kaya dan membagi-bagikan harta rampasannya kepada orang-orang miskin dan lemah.

Nama Pitung menjadi harum di kalangan rakyat jelata. Para tuan tanah dan orang-orang yang mengambil keuntungan dengan cara memihak Belanda menjadi tidak nyaman. Mereka mengadukan permasalahan itu kepada pemerintah Belanda.
Penguasa penjajah di Batavia pun memerintahkan aparat-aparatnya untuk menangkap Si Pitung. Schout Heyne, komandan Kebayoran, memerintahkan mantri polisi untuk mencari tahu di mana si Pitung berada. Schout Heyne menjanjikan uang banyak kepada siapa saja yang mau memberi tahu keberadaan si Pitung
Mengetahui dirinya menjadi buron, Pitung berpindah-pindah tempat dan ia tetap membantu rakyat. Harta rampasan dari orang kaya selalu ia berikan kepada rakyat yang lemah dan tertindas oleh penjajahan.
Pada suatu hari, Pitung dan kelompoknya terjebak oleh siasat polisi belanda. Waktu itu si Pitung beserta kelompoknya akan merampok rumah seorang demang, tapi ternyata polisi belanda sudah lebih dulu bersembunyi di sekitar rumah demang itu. Ketika kelompok Pitung tiba, polisi segera mengepung rumah itu. Pitung membiarkan dirinya tertangkap, sementara teman-temannya berhasil meloloskan diri. Akhirnya si Pitung dibawa ke penjara dan disekap di sana.
Karena si Pitung adalah seorang yg cerdik dan sakti, maka dia berhasil meloloskan diri lewat genteng pada malam hari saat penjaga sedang istirahat. Pada pagi harinya, para penjaga menjadi panik karena si Pitung tidak ada di dalam penjara lagi.
Kabar lolosnya si Pitung membuat polisi belanda dan orang-orang kaya menjadi tidak tenteram lagi. Kemudian Schout Heyne memerintahkan orang untuk menangkap orang tua dan guru si Pitung. Mereka dipaksa para polisi untuk memberitahukan keberadaan Si Pitung sekarang. Namun, mereka tetap bungkam. Akibatnya, mereka pun dimasukkan kedalam penjara.

Mendengar kabar bahwa orang tua dan gurunya ditangkap polisi belanda, lalu si Pitung mengirim pesan kepada pihak belanda. Ia mengatakan akan menyerahkan diri bila orang tua dan gurunya itu dibebaskan. Kesepakatan tersebut kemudian disetujui oleh Schout Heyne.
Kemudian pada hari yang telah disepakati, mereka bertemu di tanah lapang. Orang tua si Pitung dilepaskan dahulu. Kini tinggal Haji Naipin yang masih bersama polisi belanda. Di tanah lapang itu, sepasukan polisi menodongkan senjata ke arah Haji Naipin.
“Lepaskan Haji Naipin sekarang juga”, kata si Pitung.
“Aku akan melepaskan gurumu ini setelah engkau benar-benar menyerah”, kata Schout Heyne.
Mendengar persyaratan yang diajukan Schout Heyne, lalu si Pitung maju ke tengah lapangan. Dengan sigap, pasukan polisi lalu membidikkan senjata mereka kearah si Pitung.
Akhirnya tertangkap juga kamu, Pitung!” teriak Schout Heyne dengan nada sombong.
“Iya, tapi nanti aku pasti akan lolos lagi. Dengan orang pengecut seperti kalian, yang beraninya hanya mengandalkan anak buah, aku tidak takut,” jawab si Pitung.
Mendengar kata-kata si Pitung, Schout Heyne menjadi marah. Ia mundur beberapa langkah dan memberi aba-aba agar pasukannya bersiap menembak. Haji Naipin yang masih ada di situ memprotes tindakan yang pengecut itu. Namun protes dari Haji Naipin tidak didengarkan, dan aba-aba untuk menembak si Pitung sudah diteriakkan. Akhirnya si Pitung gugur bersimbah darah.
Orang tua dan guru si Pitung merasa sangat sedih sekali melihat si Pitung akhirnya gugur di tangan polisi belanda. Banyak rakyat yang turut mengiringi pemakamannya dan mendoakannya. Mereka berjanji akan selalu mengingat jasa Si Pitung, pembela dan pelindung mereka, dan tetap akan menganggap si Pitung sebagai pahlawan betawi.


Cerita Rakyat "Si Pitung" ini diceritakan kembali oleh Kak Ghulam

Sumber : Cerita Rakyat "Si Pitung"
No comments:

    Followers