Pada zaman dahulu, hidup seorang wanita bernama Endang Sawitri yang tinggal di desa Ngasem. Endang
Sawitri sedang hamil, dan kemudian dia pun melahirkan. Anehnya, yang
dilahirkan bukanlah bayi biasa, melainkan seekor naga. Naga tersebut
kemudian diberi nama Baru Klinting. Baru Klinting adalah seekor naga
yang unik. Dia bisa berbicara seperti manusia.
Baru Klinting berangkat ke pertapaan untuk mencari ayahnya. Saat sampai di pertapaan Ki Hajar Salokantara,
dia pun bertemu dengan Ki Hajar Salokantara dan melakukan sembah sujud
di hadapannya. Baru Klinting menjelaskan kepada Ki Hajar Salokantara
bahwa dia adalah anaknya, sambil menunjukkan klintingan yang dibawanya.
Ki Hajar Salokantara kemudian berkata bahwa dia perlu bukti lagi. Dia
meminta Baru Klinting untuk melingkari Gunung Telomoyo. Jika dia bisa
melakukannya, maka benar dia adalah anaknya. Ternyata Baru Klinting
dapat dengan mudah melingkari gunung tersebut. Ki Hajar Salokantara
mengakui bahwa memang benar Baru Klinting adalah anaknya. Dia lalu
memerintahkan Baru Klinting untuk bertapa di dalam hutan yang terdapat
di lereng Gunung Telomoyo.
Saat
Baru Klinting sedang bertapa di dalam hutan, datanglah para penduduk
dari desa Pathok. Mereka sedang berburu, mencari hewan untuk dijadikan
santapan pesta sedekah bumi yang mereka rayakan setelah panen usai.
Karena tidak dapat menemukan seekor hewan pun, mereka menangkap naga
besar yang sedang bertapa itu, dan memasaknya. Arwah Baru Klinting
menjelma menjadi seekor anak kecil yang kumal. Anak kecil tersebut
datang ke pesta yang diadakan penduduk desa Pathok, dan meminta untuk
ikut menikmati hidangan yang disajikan. Namun, para penduduk menolak
kehadiran anak yang kumal itu. Bahkan, Baru Klinting diusir dan
ditendang. Dengan marah dan sakit hati, Baru Klinting meninggalkan
tempat tersebut. Ia kemudian bertemu dengan seorang nenek tua yang
memperlakukannya dengan sangat baik. Dia diberi makan, dan diperlakukan
seperti seorang tamu yang terhormat. Baru Klinting kemudian berpesan
kepada nenek tersebut agar segera menyiapkan lesung jika nantinya
terdengar suara gemuruh.
Baru
Klinting kembali ke pesta warga desa Pathok. Warga desa tersebut tetap
berusaha mengusirnya. Baru Klinting kemudian menancapkan sebuah lidi ke
tanah. Dia kemudian menantang warga desa untuk mencabutnya. Namun, tidak
ada yang mampu untuk mencabutnya. Baru Klinting kemudian mencabut lidi
tersebut sendiri, dan muncul mata air yang sangat deras, diikuti oleh
suara gemuruh. Air yang muncul dari mata air membanjiri desa tersebut
dan terbentuklah Rawa Pening. Seluruh penduduk desa tenggelam, kecuali
nenek baik hati yang telah memperlakukan Baru Klinting dengan baik.
Nenek tersebut selamat karena masuk ke dalam lesung, sesuai dengan
petunjuk yang telah diberikan oleh Baru Klinting.
0 Comments:
Post a Comment